Wasiat Kepergian
Mempertanyakan kehidupan dan ketiadaan adalah sebuah cara bagi kita untuk tetap bisa hidup seperti layaknya manusia. Waktu selalu bergerak ke depan meninggalkan penderitaaan dan kebahagiaan dalam waktu yang bersamaan. Kita hanya menikmati, terkadang mencaci maki segala bentuk keputusan — takdir — yang datang seakan hal itu bukanlah milik kita. Padahal mungkin saja itu semua adalah yang terbaik.
Nasihat demi nasihat didengar untuk bisa dipergunakan dengan tepat oleh akal dan tubuh. Begitupun saat mencoba mengambil suatu langkah baru, memerlukan penyesuaian dan landasan yang jelas. Ketidakmampuan atas segala permasalahan eksak mungkin sudah biasa karena seakan memberikan kesan menormalkan suatu keadaan yang sebetulnya masih perlu dievaluasi dengan seksama. Setidaknya semasa hidup, aku memiliki kecerdasan humanis yang tumbuh mekar pada setiap mimpi dan perasaan seseorang. Sangat indah jika aku bisa mempengaruhi apa yang mereka cita-cita dan tujuankan melalui konsep memanusiakan manusia yang aku utarakan.
Jikalau nanti aku mati, setidaknya aku tidak lupa untuk memberikan wasiat kepada orang-orang yang aku cintai dan kasihi. Pada dasarnya aku pun tidak tahu kapan waktu itu memanggil dan harus mulai kapan aku bersiap diri untuk dipanggil. Praduga hanya membuat khawatir yang merupakan bentuk kekerdilan sebagai seorang manusia. Merasa takut akan takdir dan merasa angkuh akan hidup.
Pemberian wasiat ini adalah ungkapan terakhir atas segala perjalanan istimewa yang aku ingat setiap momen per detiknya. Wasiat ini tidak memiliki batas waktu dan relevansinya akan terus abadi sampai kapanpun umurku akan selesai. Langit sore dan sebatang rokok akan menjadi saksi atas tulisan — wasiat — yang aku mulai beri nyawa untuk bisa dimaknai setiap katanya.
Teruntuk kalian, kedua orangtuaku.
Tidak ada kata yang mahsyur dan layak untuk aku sandingkan pada tulisan ini dalam upaya menggambarkan betapa besar dan keras engkau membesarkankaku, lanjut mendidikku. Kalian adalah refleksi pertama yang aku proyeksikan tentang bagaimana cinta dan kasih itu hadir sebagai sesama manusia. Tidaklah ada yang pantas baik itu raga, ilmu, ataupun nyawaku untuk setidaknya membalas budi yang engkau ajarkan.
Aku ingin kalian selalu bisa membanggakanku dihadapan seorang manusia ataupun di mata Tuhan. Walaupun ketidaklayakanku tidak akan pernah membuat kalian malu, tolong selalu doakan buah hatimu ini. Jadikanlah ia sebagai bentuk ciptaan Tuhan yang benar-benar mengerti arti ‘bermanfaat’ dan ‘keadilan’. Melengkapi hidupmu dengan sederhana sudah membuat kalian bahagia begitupun aku sebaliknya.
Terima kasih, semoga Tuhan menyayangimu seperti engkau menyayangiku dengan segenap hatimu.
Teruntuk kalian, saudara dan teman-teman serta sahabatku.
Setiap perkataan yang lahir pada mulutku itu merupakan buah dari pengalaman yang kita lihat dan rasakan bersama. Mungkin indera tidak dapat menangkap secara menyeluruh akan maksud dan tujuan kalian, tetapi setidaknya aku belajar darisana. Memahami yang seharusnya diperbaiki dan melatih yang seharusnya dimiliki.
Waktu luang yang kalian beri, selembar materi yang kalian pinjamkan, dan segenggam harapan yang kalian percayakan akan kulakukan sebaik dan semampu yang aku bisa. Nostalgia hanya sebuah metafora akan pertemuan sejati yang hadir pada setiap pembicaraan yang kita lakukan. Sekalipun aku harus pergi, kalian pasti bisa mengenang aku dengan perasaan kalian masing-masing yang tentunya aku harap baik.
Terima kasih, sekali lagi terima kasih.
Teruntuk kau, teman hidup dan keluarga kecilku.
Aku tidak tahu engkau sebelumnya. Apakah kau pernah singgah dalam cerita yang kurangkai atau benar-benar sosok baru sehingga kita memulai dari awal. Jika suatu saat nanti aku memilihmu berarti terdapat sesuatu hal yang bisa kulihat dan kurasakan hanya ada padamu. Akan kupastikan dari sekarang bahwa keyakinan yang kutaruh kepadamu adalah bentuk kepercayaan tertinggi kepada seorang manusia. Bukan hanya rasa mencintai yang menjadikan kita bersama, tetapi sebuah hubungan timbal balik yang selalu hidup setiap kita bertemu. Aku ingin kau adalah orang yang benar bisa memperingati dan melengkapi akan setiap kekurangannku dan aku pun akan bertindak sebagai pelengkap bagimu.
Kita berusaha merekayasa kebahagiaan dengan bagaimana kita saling memaafkan. Bentuk-bentuk sosial yang kodratinya harus berinteraksi kita lakukan sebagai upaya saling memperbaiki diri. Aku tidak tahu apakah suatu saat nanti aku bisa menemanimu hingga engkau kembali ke asal-Nya. Hal terjelas dan sudah dapat kupastikan dari sekarang adalah saat aku memilihmu berarti aku sudah memberikan iman terbesar kepadamu yang artinya aku sedia berkorban untukmu.
Keluarga kecil. Semoga saat aku menjadi seorang ‘Bapak’ kalian bisa mengenal sosok, pemikiran, dan cara hidupku dengan kalian membaca tulisan-tulisan yang aku goreskan. Harapanku hanya satu, jadilah orang baik. Tidak perlu pintar, jadilah orang baik supaya kalian hidup di lingkaran orang-orang yang selalu peduli dan siap untuk membantumu akan setiap kesulitan yang kalian hadapi. Panjang umur anak-anakku.
Teruntuk kalian yang membaca ini.
Terima kasih kalian menyempatkan diri untuk menerima segala harapan dan keluh kesah yang aku tuangkan disini. Aku ingin kalian — yang membaca — dapat mengambil sisi positif yang aku punya baik secara personal maupun hanya melalui tulisan. Buang jauh-jauh sisi buruk yang pernah kalian temui dariku supaya kalian bisa selalu bergerak maju dalam setiap progressnya.
Wasiat ini adalah sebuah pengingat untuk selalu merendah diri karena ketidaktahuanku bisa sampai kapan aku hidup.
Mochamad Fathur Hidayattullah
Bandung, 30 Maret 2021
16.50 WIB