Risalah Abadi
Sekarang atau nanti adalah beberapa kata yang memikul tanggung jawab untuk bisa berdiri sendiri atas pilihan yang diambil. Terkadang disalahkan karena memuaskan ego dan nafsu yang tumbuh liar di dalam hati. Berencana untuk merasakan kebebasan dengan melakukan segala sesuatu yang dirasa benar padahal belum tentu yang terbaik.
Maka dari itu, aku memulai untuk menulis.
Manusia selalu terdikotomi oleh segmen-segmen yang lahir karena ulah kebodohan sendiri atau ketidakmampuan mereka untuk bisa menyeleksi sesuatu yang mana yang harus diamini atau cukup dihargai. Melalui hal itu, kita sangat rentan untuk bertabrakan dengan namanya prinsip dan ambisi. Tujuan yang sudah dibuat sedari awal hanya semacam fatamorgana untuk memuaskan manusia disekitar kita. Kita perlu mencari cara supaya hal-hal terkait kepercayaan pribadi itu harus selalu hidup walaupun akan tetap ada yang namanya ‘adaptasi’.
/Prolog/
Kebutuhan untuk bisa mengekpresikan sesuatu itu tidak bisa hanya melalui interaksi sosial. Semua orang menjadikan rahasia umum bahwa pokok untuk menjadi manusia adalah berinteraksi dengan sesuatu yang hidup. Keadilan untuk merasakan pada akhirnya harus ikut gugur karena pendefinisian yang begitu sederhana hingga terkikis lenyap. Bertanya hanya boleh diberikan untuk mereka yang sudah kaya akan pengalaman atau mungkin bagi mereka yang bentuk mukanya rupawan.
Yang bodoh termenung melamun kebingungan harus berbuat apa dan bertindak seperti apa. Senjang bukanlah suatu kebiasaan dan tidaklah semua kebenaran menciptakan kesenjangan.
Aku melakukan re-definisi terhadap kebutuhan interaksi manusia bahwa sesungguhnya manusia juga berhak untuk bisa berkomunikasi dan berinteraksi dengan benda mati. Menulis adalah media untuk berkomunikasi terhadap diri sendiri — pribadi — dan sebuah tempat untuk berdebat dengan pikiran guna sebaiknya keputusan apa yang kita ambil nanti. Interaksi ini dibangun dengan tidak memerlukan embel-embel kepercayaan yang mungkin seringkali suka dipermainkan untuk melegakan selera.
Menghirup setiap udara yang masuk ke dalam paru-paru lalu mengalirkannya ke seluruh tubuh adalah bentuk interaksi yang kubangun bersama alam.
Membaca buku biografi Moh Hatta adalah bentuk interaksi yang sedang kujalani dengan pemikiran ‘ruh’ seorang Moh Hatta.
Membongkar informasi terkait topik ilmu pertambangan dan situasi sosial-politik sekarang adalah bentuk interaksi yang kupelajari dengan keilmuan yang sedang aku jalani.
Seharusnya perlakuan terhadap sesuatu yang tak bernyawa diiringi dengan langkah normatif terhadap apa-apa yang dibutuhkan manusia itu sendiri secara pribadi.
/Analisis/
Pernahkah kalian terpikirkan bagaimana membentuk manusia yang hidup kekal?
Tanpa melanggar perintah tuhan dan menolak kodrat sebagai makhluk hidup.
Mungkin terkesan bersifat problematis, tetapi aku bersumpah dengan segala ilmu yang aku pelajari selama hidup bahwa melalui menulis kalian bisa hidup abadi.
Menulis meninggalkan jejak-jejak pemikiran yang karakteristiknya sangat personal. Manusia selalu hidup untuk belajar melalui ajaran-ajaran orang lain. Goresan yang tertera di tinta kertas akan hidup bersama mengikuti perjalanan yang kalian tempuh. Pemikiran kalianlah yang menjadi abadi. Akan terbentuk manusia yang dalam proses pembentukan keidealannya mendapatkan inputan dari apa yang kalian tulis, maka secara tidak langsung kalian tumbuh dalam jasad mereka — orang-orang yang membaca tulisanmu.
Semakin banyak yang kalian tinggalkan dan tuliskan maka semakin merefleksikan bahwa mereka — yang membaca — adalah diri kalian sendiri.
Soekarno mungkin berhasil melahirkan sebuah partai politik yang sampai sekarang menjadi koalisi pemerintah bahkan pemenang dalam demokrasi politik di Indonesia. Hal ini dibentuk melalui orang-orang yang secara hakikatnya hidup melalui pemikiran yang ia tulis melalui sebuah karya.
Semua berhasil karena karya ditulis dengan keabsahan dan kebenaran dalam analisis membentuk argumen dan narasi yang nantinya disajikan untuk semua yang membaca, namun terhadap diri tidak lebih hanya sekedar anak ideologis.
/Epilog/
Risalah abadi adalah warisan yang secara turun menurun akan selalu bisa merahmati sesuatu yang kita punya tanpa mengenal suatu dimensi yang bernama waktu.
Dengan menangkap semua bentuk interaksi lalu dibicarakan melalui metode tertentu salah satunya menulis.
Konsep meyakini dan diyakini akan lebih mudah untuk dipahami serta diterapkan pada setiap konteks memanusiakan keinginan dan kepuasan.
Sekian.
Mochamad Fathur Hidayattullah
Bandung, 09 Maret 2021
23.19 WIB