Rasionalisasi Kehadiran Ilmu Pengetahuan

Fathur Hidayattullah
3 min readApr 29, 2021

--

source: https://vs.co/10b94c67

Berbicara mengenai kedudukan ilmu pengetahuan atau sains di alam semesta, tentu seperti membicarakan seorang anak dan ibu; tak terpisahkan. Ilmu pengetahuan adalah cikal bakal bagi manusia untuk menjelajahi konsep kemanusiaan yang dinamai ‘berpikir’ dan ‘meragu’. Melalui hal itu, manusia menciptakan suatu tatanan sosial-masyarakat, hukum & teori keadilan, serta doktrin kepercayaan — agama. Ihwal tersebut ketika manusia mencoba untuk membuat skenario akan setiap kehidupan yang dijalani pastilah mencari sumber sebagai acuan kebenaran dan disitulah ilmu pengetahuan digunakan.

Sesuatu yang terus mengganjal pada diri saya adalah mempertanyakan eksistensi akan ilmu pengetahuan ini. Ilmu pengetahuan memang secara teoritikal dipergunakan untuk mempermudah dalam memenuhi kebutuhan manusia, namun terkadang juga digunakan untuk melanggengkan kepentingan golongan tertentu. Jikalau ditinjau lebih jauh dan mendalam maka sebenarnya ilmu pengetahuan ini seperti pedang bermata dua yaitu menusuk diri sendiri atau membunuh lawan.

Ilmu pengetahuan hadir untuk melengkapi hakikat manusia untuk hidup. Memang terkadang akal sehat menjadi senjata utama untuk mencari suatu kebenaran, tetapi lambat laun akal sehat mengalami kecacatan jika sudah berhadapan masalah yang begitu kompleks. Maka dari itu, hadirlah ilmu pengetahuan untuk memperkuat akal sehat dengan melengkapi variabel-variabel yang kurang terhadap suatu kesimpulan yang dibentuk.

Tanda tanya muncul kembali,

Kenapa ilmu pengetahuan harus hadir untuk melengkapi esensi manusia sebagai ‘manusia’?

Apakah akal sehat yang diberi tuhan memang tidak mampu berkembang sehingga diperlukan pemantik dari eksternal — ilmu pengetahuan?

Ilmu pengetahuan bukan hanya hadir sebagai pelengkap akan konsep manusia. Ilmu pengetahuan diturunkan untuk membentuk kemampuan aksi-berdialektika dan bermoral akan setiap interaksi dengan makhluk hidup maupun tak hidup. Kita selalu berpikiran bahwa kehausan akan ilmu akan menjadikan kita sebagai manusia yang akademis sehingga berakhir apatis. Padahal pemakanaan akan esensi berilmu tidaklah demikian.

Berilmu mengajarkan manusia untuk memiliki sikap berani dan kritis serta inklusiv yang diterbitkan dengan kemampuan aksi-berdialektika. Setiap dari kita akan tergambarkan secara nyata sebagai penjelamaan akan manusia berilmu. Berilmu juga mengajarkan manusia untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan berpikir humanis. Perilaku atas nama tersebut merupakan ciri dari manusia bermoral dan bertanggung jawab terhadap tuhan dan dirinya sendiri.

Ilmu pengetahuan harus disadari sebagai penjaga atas kerusakan yang bernama kebodohan. Kebodohan dapat menghancurkan peradaban dan hancurnya peradaban sama saja dengan kegagalan manusia hidup di alam semesta. Hal ini berarti kita membuat malu Tuhan atas kinerja-Nya sendiri. Ilmu pengetahuan dimiliki dengan usaha untuk mencari tahu sesuatu dan mendistribusikan kepada setiap sel-sel otak. Menerapkan atas sesuatu yang didapat adalah mekanisme belajar dasar dari ilmu pengetahuan.

Perjanjian yang sangat perlu untuk dibuat sekarang adalah memerdekakan ilmu pengetahuan dari kebenaran instan dan kemudahan informasi. Demokratisasi informasi memang membuat segala laju pengetahuan dan ide berjalan tiba sepersekian detik pada setiap tangan dan pikiran manusia. Fenomena ini adalah sebuah tren baru di era sekarang sehingga manusia tidak perlu susah payah mencari tahu akan validasi atas ilmu pengetahuan dan informasi tersebut. Hal ini yang begitu mengerikan. Setiap orang memiliki kuasa untuk berkata benar dan salah serta bergantung pada sudut pandang media. Kondisi ini mematikan ilmu pengetahuan secara perlahan-lahan apabila tidak ditemukan solusi kreatif.

Menyikapi hal ini maka sebuah hipotesa saya ingin ajukan.

Bahwasanya, ilmu pengetahuan harus timbul dan melekat memang karena kesadaran akan kebutuhan hal itu pada tiap manusianya. Bentuk indoktrinisasi terhadap ilmu pengetahuan hanya akan menjadikan manusia sebagai budak akan ketidaktahuan. Perlu dibentuknya cara berpikir yang menjujung tinggi kebebasan bahwa ilmu pengetahuan dipelajari karena untuk mempermudah kehidupan manusia. Bukti kongkret dengan dipergunakannya hal tersebut — ilmu pengetahuan — yaitu pada studi kasus sehari-hari. Ilmu pengetahuan akan berkembang dan belajar dengan sendirinya untuk terus beradaptasi akan tantangan dan masalah yang hadir.

Ilmu pengetahuan membutuhkan validasi dan keyakinan atas orang-orang yang memang benar atau disebut pakarnya. Hal ini bertujuan untuk meluruskan jalan ilmu tersebut kepada manusaia-manusia yang menerimanya nanti sehingga tidak menimbulkan efek domino kebodohan dan kesalahan. Kehadiran seorang guru besar atau pakar harus menjadi potensi besar untuk memperkuat ilmu pengetahuan itu supaya menjadi lebih kuat dan terpercaya. Keberdampakannya tinggal dilihat bagaimana kita ingin menyerap ilmu tersebut dengan sungguh-sungguh atau tidak.

Dari ilmu pengetahuan, kita akan melahirkan peradaban baru yang memajukan setiap perhimpunan pada kelompok-kelompok manusia sehingga membuat kesiapan akan untuk bisa berkarya dan berdampak. Besar harapan saya, ilmu pengetahuan akan selalu lestari tanpa ada yang berani mensegresikan dengan sesuatu yang tiba-tiba menjadi prioritas di masa depan.

Hidup sederhana menjadi terasa bahagia dan keindahan dunia dipandang tidak begitu megah adalah produk ilmu pengetahuan.

Mochamad Fathur Hidayattullah

Palembang, 29 April 2021

20.19 WIB

--

--

No responses yet