Pu-lang.

Fathur Hidayattullah
3 min readMar 16, 2021

--

From VSCO: https://vs.co/4b713071

Berbicara mengenai suatu hal abstrak terkadang membuat tanda tanya hilang entah pergi kemana. Seakan apabila dipertanyakan hanya membuat gaduh orang-orang sekitar yang katanya peduli. Tiap-tiap dari kita berusaha untuk menemukan keadilan dan kebahagiaan dibalik kata ‘keraguan’. Perihal cinta, ambisi, dan bahagia: sama saja. Perlukah suatu alasan yang dikorbankan sebagai kambing hitam dalam mengupayakan semua itu — hal abstrak?

Pulang tidak hanya sebuah kata. Ia adalah sebuah verba yang memerlukan objek untuk terus bernyawa. Mendefinisikan frasa dengan kedekatan sebagai bentuk ungkapan yang begitu mendalam dan tulus.

KBBI: Pulang (v)

/Pergi ke rumah atau tempat asalnya; kembali (ke); balik (ke)/

Ia — pulang — berhasil merusak tiang-tiang prinsip yang pernah kupercayai, bahkan yang sudah kubangun dengan jerih payah. Aku tidak marah, hanya sedikit kecewa karena pun akhirnya harus kembali ke hal itu — pulang — kembali. Sekeras apapun egomu, sekuat apapun ambisimu, dan sesayang apapun perasaanmu: pada akhirnya akan kembali pulang.

Tulisan ini aku buat bukan untuk memberikan kalian semua keidealan atau keharusan untuk mencitrakan diri. Lebih sederhana dari itu, hanya untuk mengobati diri. Melalui ini, aku berusaha untuk menenangkan batin dan menyejukan pikiran. Terkadang selalu menguatkan genggaman untuk melangkah ke depan walaupun harus tersandung bahkan terjatuh hingga susah untuk bangkit kembali, maka disitulah pulang tiba sebagai juru penyelamat.

Mendefinisikan pulang melalui perspektif yang berbeda membuat konsep saling bercerita dapat tumbuh subur di sekitar taman-taman kesedihan. Seringkali justifikasi keberadaan pulang hanya untuk memberikan label bahwa manusia lemah. Padahal justru pulang adalah sebuah prasyarat untuk menjadikan manusia itu kuat secara batin dan mental. Bila harus pulang pun tidak langsung menyatakan pergi dan hilang, perlu mekanisme yang disesuaikan dengan kesepakatan awal saat mendefinisikan pulang tersebut.

Berpulanglah kepada orang yang selalu mendengarkanmu karena disaat situasi dan kondisi sedang tidak baik-baik saja, setidaknya mereka sebagai orang pertama yang akan memberikan perhatian terhadap ceritamu. Tidak harus mengharapkan solusi karena hal itu tidak dimiliki oleh semua orang. Cukup mendengarkan dari setiap kata yang keluar dari mulut dan memberikan rasa dari setiap kata yang keluar supaya terasa sesuatu yang nyata bukan hampa.

Berpulanglah kepada orang yang selalu menanyakan kabarmu karena bisa dipastikan dia adalah orang yang paling peduli denganmu. Berbahagialah bila itu memang kedua orangtuamu. Jikalau bukan, setidaknya terdapat manusia yang meyakini bahwa konsep peduli itu lahir dari bentuk komunikasi yang berkualitas. Kuasai dan pelajari atas dasar apa peduli itu lahir supaya dapat diimplementasikan kedapa seorang manusia. Saling peduli itu adalah hak manusia dalam menjalin hubungan, bukan suatu kewajiban. Maka dari itu, kejarlah!

Berpulanglah kepada orang yang merestui apapun yang engkau lakukan dengan ikhlas. Merestui sesuatu adalah kepercayaan. Bukan hanya sebatas perintah dengan ikatan teman, keluarga, atau lainnya. Memberikan kepercayaan sehingga kepulanganmu nanti akan disambut sukaria bagaimanapun keadaanmu nanti. Begitulah seharusnya memanusiakan manusia dengan mengedepankan cinta kasih dan rasional.

Kehadiran orang-orang disekitar kita dapat menciptakan energi yang besar dalam melakukan pergerakan. Mungkin memang terkesan tidak ada artinya bagaimana aku menceritakan kata pulang ini dengan segala kiasan ataupun pemikiran yang kutuangkan. Namun, aku berusaha untuk memberikan makna pulang dengan pemikiran dan pengalaman pribadi. Sejatinya, kalian bisa memberikan definisi masing-masing terhadap kata tersebut asalkan memang kalian bisa memaknainya dengan baik.

Pulang adalah keadaan dimana aku harus beristirahat, fokus terhadap tujuan yang ingin dicapai, bersyukur atas apa yang kupunya, dan percaya akan rencana yang lebih baik. Pulang bukanlah suatu kehinaan yang dapat menurunkan martabat kalian sebagai seorang manusia, tetapi ia — pulang — adalah bukti kekerdilan manusia bahwa kita membutuhkan sesuatu untuk mengadu baik itu kepada tuhan, sesama manusia, ataupun benda tak bernyawa yang memiliki arti.

Pulang harus bisa mengisi kekosongan hati supaya jiwa kalian terasa berat akan tuntutan untuk selalu harus hidup dan berjuang. Hal ini bukanlah suatu kemunafikan takdir yang kita pun sering menyalahkan hal-hal diluar kemampuan kita. Beprasangka untuk bisa menjadikan pulang sebagai media terpercaya untuk melihat sekeliling lalu mundur selangkah untuk bisa melompat lebih jauh adalah prinsip hidup.

Selamat berpulang!

Semoga kalian bisa kembali dengan selamat dalam bentuk apapun dan kapanpun harus menetap.

Mochamad Fathur Hidayattullah

Bandung, 16 Maret 2021

15.24 WIB

--

--

No responses yet