Mentalitas Masa Depan
Rutinitas menulis kembali diwujudkan kembali sebagai salah satu bentuk memanjakan diri akan hiruk pikuk dunia yang tidak ada habisnya. Menarik saat setiap kata per kata yang ditulis memiliki proses yang panjang dalam pergumulan pikiran. Perasaan minggu ini melewati berbagai kisah penuh makna yang patut didefinisikan intisari setiap kegiatan, setiap pertemuan dan setiap interaksi yang terjalin.
Pekan ini pergi menuju Ibukota untuk menemui kekasih yang sedang berjuang meniti karier yang ingin ia capai. Perdebatan antara melanjutkan pendidikan ke Kota Marseille atau menjadi pekerja korporat badan usaha dalam negeri berhasil sedikit mengguncang mentalitasnya. Hari demi hari hanya mendengarkan cerita sang kekasih yang takut dan ragu akan pilihan yang coba ia pilih sendiri.
Perkara memilih memang bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Memilih artinya sadar secara lahir-batin atas konsekuensi keputusan yang diambil. Naluri manusia pasti berusaha menghindari dari sebuah konflik yang menguras tenaga, materi dan pikiran. Wajar saja ia merasakan ketakutan akan masa depan yang ia coba pilih sendiri.
Tetapi sebuah pepatah pernah hidup di kalangan kita bahwa:
“Kemenangan yang hebat nan bermakna diperoleh dari kerasnya pertempuran”
“Pelaut ulung tidak lahir dari lautan yang tenang”
Dua pepatah tersebut sebenernya sebuah pepatah sederhana yang memiliki definisi bahwa sesuatu yang — kita anggap — hebat atau sukses — akan selalu — diperoleh dengan proses yang panjang dan melelahkan. Sebenarnya saya secara pribadi cukup meyakini atas konsep pepatah tersebut. Walaupun terdengar klise mengenai motivasi-motivasi yang mencoba melahirkan ketenangan, tetapi setidaknya hal ini mampu memvalidasi akan sebuah perjuangan yang sedang dilakukan.
Proses yang panjang dan melelahkan sebenarnya tidak menandakan bahwa perjuangan yang sedang kita lakukan dalam jalur yang tepat. Tetapi, hal tersebut memberikan keyakinan bahwa konsisten adalah kunci untuk meraih sebuah kebahagiaan atau kesuksesan yang kita peroleh sendiri. Memang benar kadang kala takdir tidak sepenuhnya berpihak pada kita untuk setiap proses yang dijalani, namun setidaknya ia mampu berikan pelajaran bagi kita supaya berkembang menjadi manusia unggul.
Rehat sejenak dari apa yang sedang melanda kekasih, saya mulai berpikir bahwasanya ketakutan, kegundahan dan keraguan yang menyerang diri secara terus menerus adalah sifat alam sebagai seorang manusia.
Menurut hemat saya, manusia memang dilahirkan untuk bisa takut dan ragu supaya kedepannya mereka mulai berpikir untuk bisa menyelesaikan ketakutan dan keraguan itu. Mulai dari sana — secara tidak langsung — kita menciptakan dorongan dalam diri untuk berusaha keluar dari zona yang kita anggap sebagai ketidaknyamanan.
Konflik batin yang terjadi pada manusia adalah sebuah stimulus untuk menciptakan pemikiran berbasis aksi yang nanti tujuannya mengarah ke semua lini kehidupan. Baik itu aksi ekonomi, sosial, politik, maupun budaya. Secara tidak langsung hal ini akan menciptakan pertumbuhan pada pembangunan indeks manusia itu sendiri.
Namun kita juga harus paham bahwa untuk memulai itu semua memang dibutuhkan sebuah tekad perjuangan yang kuat dan keras.
‘Perjuangan memulai’ yang sebenarnya adalah peperangan sesungguhnya.
Mau seberapa pintar dirimu, secanggih apapun strategimu dan sekaya apapun materimu. Jikalau tidak memiliki mentalitas yang kuat dan konstruktif maka sia-sia itu semua.
Mentalitas Manusia Berdasarkan Evidence Based
Konsep Mentalitas Manusia Menurut Carl Jung
Carl Jung mengembangkan teori psikologi analitis yang melibatkan konsep seperti Archetype, kompleks, dan individuasi. Jung berpendapat bahwa mentalitas manusia mencakup unsur-unsur universal yang melekat dalam pikiran dan perilaku manusia.
Salah satu konsep utama dalam teori Jung adalah Archetype, yang merujuk pada pola pikir dan motif yang ada di bawah kesadaran kolektif manusia. Archetype mempengaruhi cara individu memahami dunia, membentuk keyakinan, dan sikap mereka.
Jung juga memperkenalkan konsep kompleks, yaitu pola pikir dan emosi yang terkait dengan pengalaman yang kuat secara emosional dan seringkali tidak sadar. Kompleks dapat mempengaruhi mentalitas dan perilaku individu dengan menghasilkan emosi dan respons yang kuat.
Pemahaman utama yang dikemukakan oleh Jung adalah pentingnya pemahaman dan pengintegrasian unsur-unsur tak sadar dalam perkembangan individu.
Dia juga menekankan pentingnya proses individuasi, di mana individu mengembangkan kepribadian unik mereka dengan mengintegrasikan aspek-aspek tak sadar dan sadar dari diri mereka.
Konsep Mentalitas Manusia Menurut Sigmund Freud
Sigmund Freud adalah pendiri teori psikoanalisis yang menekankan pengaruh dorongan-dorongan tak sadar dalam membentuk mentalitas manusia. Menurut Freud, mentalitas manusia dipengaruhi oleh struktur kepribadian yang terdiri dari id, ego, dan superego.
Id adalah bagian tak sadar yang mengandung dorongan-dorongan dasar dan keinginan manusia.
Ego berfungsi sebagai perantara antara id dan realitas eksternal, mencoba untuk memenuhi kebutuhan id dengan cara yang realistis dan sosialmente diterima.
Superego merupakan internalisasi dari norma-norma dan moralitas masyarakat, dan bertindak sebagai penjaga moral yang mengontrol perilaku dengan memberikan rasa bersalah atau kepuasan diri.
Freud juga mengemukakan bahwa pengalaman masa kanak-kanak, terutama pengalaman seksual, memainkan peran penting dalam pembentukan mentalitas individu. Konflik dan ketegangan antara dorongan tak sadar, keinginan, dan tuntutan moral dapat menyebabkan gangguan mental.
Pemahaman utama yang diajukan oleh Freud adalah pentingnya pemahaman dan pengungkapan dorongan-dorongan tak sadar serta pengaruh masa kanak-kanak terhadap perkembangan kepribadian.
Konsep Mentalitas Manusia Menurut Albert Bandura
Albert Bandura adalah seorang psikolog sosial yang mengembangkan teori belajar sosial atau teori pemodelan. Pandangan Bandura tentang mentalitas manusia menekankan peran penting observasi, pemodelan, dan keyakinan diri dalam pembentukan mentalitas dan perilaku.
Menurut Bandura, individu belajar melalui proses sosial dan interaksi dengan lingkungan mereka. Mereka mengamati perilaku orang lain dan memproses informasi tersebut, kemudian mengadopsi atau meniru perilaku yang diamati. Ia menyebut proses ini sebagai pemodelan.
Bandura juga memperkenalkan konsep self-efficacy, yang merujuk pada keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk berhasil dalam situasi tertentu. Keyakinan diri ini mempengaruhi motivasi, tindakan, dan ketahanan individu dalam menghadapi tantangan.
Pemahaman utama yang diajukan oleh Bandura adalah pentingnya pengaruh sosial, observasi, pemodelan, dan keyakinan diri dalam pembentukan mentalitas manusia.
Kesimpulan dari ketiga teori tersebut adalah sebagai berikut:
- Carl Jung: Menekankan archetype, kompleks, dan proses individuasi.
- Sigmund Freud: Menekankan dorongan tak sadar, struktur kepribadian (id, ego, superego), dan pengaruh masa kanak-kanak.
- Albert Bandura: Menekankan observasi, pemodelan, interaksi sosial, dan keyakinan diri (self-efficacy).
Carl Jung, Sigmund Freud, dan Albert Bandura memiliki pendekatan yang berbeda dalam teori mereka tentang mentalitas manusia, namun terdapat beberapa persamaan pokok pikiran yang dapat diidentifikasi:
- Pentingnya Pengaruh Tak Sadar: Ketiga teori mengakui pentingnya pengaruh unsur tak sadar dalam membentuk mentalitas manusia. Jung, Freud, dan Bandura menyadari bahwa ada aspek-aspek tak sadar dalam pikiran manusia yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap pola pikir, emosi, dan perilaku individu.
- Peran Pengalaman Masa Kecil: Semua teori juga mengakui bahwa pengalaman masa kecil memiliki peran penting dalam perkembangan mentalitas manusia. Baik itu pengaruh masa kecil yang traumatis atau pengalaman positif dalam tahap perkembangan, semua teori menyadari bahwa pengalaman masa kecil memiliki dampak jangka panjang pada pemahaman diri, pola hubungan, dan kepribadian individu.
- Pengaruh Lingkungan Sosial: Ketiga teori juga mengakui pengaruh lingkungan sosial dalam membentuk mentalitas manusia. Jung, Freud, dan Bandura memperhatikan peran interaksi sosial, pengamatan orang lain, dan pemodelan terhadap perkembangan individu. Mereka sadar bahwa individu belajar dan membentuk mentalitas mereka melalui interaksi dengan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya.
- Kompleksitas dan Uniknya Individu: Selain itu, ketiga teori juga menghargai kompleksitas dan keunikan individu dalam pembentukan mentalitas. Jung, Freud, dan Bandura menyadari bahwa setiap individu memiliki perbedaan dalam pola pikir, emosi, dan perilaku mereka. Mereka mengakui pentingnya memahami dan menghargai perbedaan ini dalam upaya memahami mentalitas manusia secara lebih luas.
Meskipun ada perbedaan pendekatan dan penekanan dalam teori-teori tersebut, persamaan pokok pikiran ini menunjukkan bahwa para ahli tersebut memperhatikan elemen-elemen yang penting dalam membentuk mentalitas manusia, termasuk pengaruh tak sadar, pengalaman masa kanak-kanak, lingkungan sosial, dan kompleksitas individu.
Mentalitas Manusia: Perkara Masa Depan?
Mentalitas secara penelitian ilmiah tersusun melalui aspek-aspek tak sadar dalam pikiran manusia. Konteks tersebut sudah menjadi pengalaman sejak masa kecil dan mendapatkan intervensi dari lingkungan sosial sekitar. Segala proses pembentukan mentalitas tersebut akan terbentuk secara mandiri dengan memperhatikan kompleksitas dan keunikan individu.
Aspek-aspek tak sadar dalam pikiran manusia merujuk pada pikiran, perasaan, dorongan, atau proses mental lainnya yang tidak disadari atau tidak dengan sengaja diakses oleh individu pada tingkat kesadaran yang normal. Ini termasuk informasi, ingatan, dorongan, dan motif yang tersembunyi di luar kesadaran kita sehari-hari.
Jikalau saya mencoba melakukan analisis pemetaan masalah terhadap persoalan yang sedang dihadapi sang kekasih, maka mentalitas yang dimiliki tidak mampu mendorong aksi untuk mencapai keinginan yang diinginkan.
Aksi tersebut akan diterjemahkan oleh pemikiran yang terbentuk dari model mentalitas yang sudah memahami informasi, ingatan dan dorongan untuk mencapai harapan yang diinginkan. Lingkungan sosial — yang saya definisikan yaitu kehadiran saya — sudah membentuk suatu hal positif.
Kompleksitas yang dialami kekasih yang tidak saya pahami secara utuh karena saya tidak memiliki kompetensi secara psikologis untuk memahami dan hanya berusaha menerka-nerka akan persepsi yang ia pilih.
Asumsi yang saya coba utarakan disini adalah mentalitas yang kuat dibentuk oleh pemikiran dan lingkungan yang positif. Pemikiran positif ini hanya bisa lahir dari keinginan yang disertai dengan niat yang kuat untuk menciptakan perubahan dan kebermanfaatan.
Manusia harus bisa memanipulasi pemikiran mereka sendiri supaya membentuk mentalitas yang kuat. Manipulasi paling tepat yang dilakukan adalah dengan mempercayai diri sendiri akan segala baik buruknya masa depan yang terjadi.
Mentalitas yang tercipta harus memiliki pondasi yang kuat dan hal itu hanya dapat diubah seutuhanya oleh sang pemilik pemikiran sendiri. Ketidakmampuan bukanlah sebuah pertanda kegagalan, tetapi merupakan sebuah proses yang akan membentuk pemikiran yang berkembang
Pemikiran yang berkembang akan mampu menciptakan mentalitas yang kuat karena tahan banting akan segala hal yang mencoba meruntuhkan pengaruh negatif. Kompleksitas dalam diri mampu diredam dengan percakapan dengan Tuhan sehingga dapat bertranformasi menjadi kesederhanaan.
Pada akhirnya pertemuan dengan kekasih pada minggu ini memberikan memoar yang tak terlupa karena mengajarkan saya satu hal bahwa:
Kesuksesan atau keinginan yang ingin diraih membutuhkan mentalitas yang kuat karena ia akan mampu melawan segala hal bentuk ketakutan dan keraguan yang melekat dalam diri.
Mentalitas yang kuat bukanlah sebuah bawaan lahir, tetapi ia merupakan proses akumulasi pengalaman yang selalu berkembang hari demi hari dengan keyakinan akan takdir yang lebih baik untuk kemudian hari.
Mentalitas Masa Depan hanya mampu dibentuk oleh pemikiran manusia itu sendiri karena hanya manusia itu sendiri yang memiliki hak prerogatif akan segala bentuk hubungan sebab-akibat yang terjadi dalam dirinya.
Mentalitas Masa Depan adalah mahakarya setiap manusia yang terbentuk melalui manipulasi pemikiran baik.
Mentalitas Masa Depan bergantung oleh kita sendiri bukan orang lain.
Semoga sang kekasih mampu menentukan takdirnya sendiri dengan baik dan percaya diri akan kemampuan yang ia miliki.
Doaku menyertaimu selalu.
Daftar Pustaka
- Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. W.H. Freeman and Company.
- Freud, S. (1923). The Ego and the Id.
- Jung, C. G. (1959). Man and His Symbols. Dell Publishing.
Mochamad Fathur Hidayattullah
Jakarta, 16 Juli 2023
15.40 WIB