Masa Percobaan
Sebentar lagi berdasarkan kalender akademik pendidikan perguruan tinggi tempat saya menimba ilmu akan berlangsung pembelajaran. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau dikenal dengan istilah ‘Belajar Daring’.
2 minggu lagi.
Setelah sekian lama berkutat dengan hari-hari libur yang sangat membosankan. Akhirnya, kegiatan belajar dapat berlangsung kembali — walaupun daring. Setidaknya bisa menghancurkan rasa bosan yang begitu nyaman tinggal di dalam diri ini.
Tentu saja. Transformasi digital yang didasari atas keterpaksaan bukan kesanggupan akan menimbulkan permasalahan kompleks bagi setiap lini kehidupan, termasuk pendidikan. Saya sudah seharusnya beradaptasi sebagai salah satu insan akademis bangsa ini. Mau tidak mau dan suka tidak suka keadaan ini menjadi tantangan dan kekuatan bagi kita untuk bekerja sama menciptakan suatu ‘perubahan’ dalam pemaknaan kata ‘belajar’.
Menariknya, saya melihat fenomena sekarang dimana semua kegiatan dilaksanakan — kalau bisa — di rumah dan berpatokan pada protokol kesehatan adalah sebuah kesempatan. Seluruh dunia tak terkecuali Indonesia menyatakan bahwa ini adalah bencana pandemi terbesar di dunia abad ini. Semua orang harus bekerja keras untuk bertahan hidup melawan berbagai macam serangan baik itu kesehatan, ekonomi, kriminalitas bahkan akal sehat.
Saya memandang kegiatan yang kita rasakan sekarang terutama kalangan mahasiswa bahwasanya kondisi ini adalah kesempatan. Kesempatan untuk menciptakan sebuah pola pikir baru, kebiasaan baru, dan keahlian baru. Kondisi ini dapat dikatakan sebagai masa percobaan bagi kita untuk menjadi suatu barang yang berkualitas tinggi. Tergantung pribadi menyikapi dan bertindak dalam segala kejadian yang terjadi.
Pola pikir baru. Saya disini ingin menciptakan ‘saya’ yang memiliki kepekaan humanis dan sosialis terhadap suatu isu yang sedang hangat sekarang. Baik sosial-politik, pendidikan, kesehatan, ekonomi, elektronik, dan lain sebagainya. Kepekaan tersebut akan saya jadikan sebagai bumbu dasar dalam membangun suatu opini yang terkaji dan tereksekusi sebagai hasil pemikiran sendiri dengan menghubungkan segala sumber yang ada dan kredibel.
Poin disini adalah pola pikir baru berarti memandang segala sesuatu kejadian dengan melihat segala kemungkinan titik ‘tembak’ yang mungkin muncul. Kondisi sekarang — era kemerdekaan informasi — kebenaran hanya terjadi disaat kalian berani percaya akan hal itu. Terlepas dari bukti dan fakta yang muncul di lapangan. Sesuatu yang harus ditaklukan untuk menciptakan kebenaran adalah mental berpikir individu tersebut.
Mental berpikir harus kuat dan optimis barulah kalian bisa merdeka secara lahiriah dan batiniah.
Salah satu langkah kongkret yang saya lakukan untuk melatih mental berpikir adalah dengan rajin membaca dan menulis. Menurutku, kedua kegiatan yang saling menghidupkan ini menjadi alat terbaik untuk menjadi pribadi yang sukses berdasarkan parameter yang kalian buat sendiri.
Kebiasaan baru sebenarnya hanya manifestasi imaji kalian atas segala hal yang dapat membunuh kemonotonan. Namun, alangkah baik kalau kebiasaan ini juga dapat meningkatkan nilai-nilai atau prinsip yang kalian pegang. Kebiasaan yang ditanam dan dikerjakan pun lebih baik dari hal yang sederhana namun berdampak langsung.
Bangun pagi, membaca buku sebelum tidur, bersepeda setiap pagi, olahraga rutin. Mungkin hal-hal kecil ini merupakan kebiasaan yang sudah lama kita lupakan. Melalui masa percobaan ini, mungkin Tuhan memberikan semacam pengingat bagi kita untuk lebih peduli terhadap tubuh — tempat kita bernaung. Jangan lakukan karena terpaksa, lakukanlah karena keinginan dan harapan.
Keahlian baru mungkin hanya wacana bagi anak muda. Memang saya sendiri pun sangat malas mempelajari keahlian baru. Sebagai calon sarjana teknik, konsep ‘menjadi pembelajar sampai mati’ harus menjadi pedoman dalam menempuh pendidikan. Keahlian baru sebenarnya tidak menjadi keharusan bagi kita. Barangkali ada yang ingin mengoptimalkan bakat dan minat nya lebih mendalam melalui masa percobaan ini.
Silahkan. Sah-sah saja. Setiap orang yang merasa tidak memiliki apa-apa harusnya dapat memanfaatkan kondisi ini untuk menjadi momentum terbaik dalam membuktikan diri bahwa kita adalah insan progresif.
Ciptakan karya melalui keahlian. Ciptakan langkah melalui keahlian. Ciptakan dampak melalui keahlian.
Pelajari apa yang bisa dipelajari. Tekuni apa yang bisa dipelajari. Semoga kedepannya bisa menjadi ‘bom waktu’ berguna untuk penolong bagi kita saat disituasi masa depan.
Sebenarnya saya disini hanya ingin kalian yang membaca ini memiliki keinginan untuk memandang segala sesuatu keterpurukan adalah sebuah kesempatan dan memacu untuk menciptakan perubahan.
Saya ingin kalian — para pembaca — menjadi tokoh-tokoh yang diciptakan oleh Albert Camus dalam setiap novelnya. Memiliki keyakinan dan kepercayaan diri akan takdir yang kalian jalani dan hadapi.
Harapan terbesar terutama bagi kalian yang mengenal saya secara langsung bahwa disaat kita bertemu nanti dengan suasana yang harmoni tanpa embel-embel protokol kesehatan. Tanpa harus takut memeluk dan berjabat tangan dengan bahagia. Tanpa menggunakan masker untuk saling bercakap. Tanpa harus membawa hand sanitizer untuk tetap terjaga.
Kalian bisa melihat dan mengambil aura positf dari perubahan diriku yang baru. Disaat kita bertemu nanti, kalian bisa memandang bahwa saya menjalani proses setiap hari dimana kita tidak bertemu dengan sukacita, semangat dan harapan.
Proses yang saya jalani sekarang menciptakan suatu perubahan. Saya yang memilih untuk menciptakan perubahan ini. Tulisan ini diharapkan menjadi pemantik bagi kalian untuk berubah.
Nanti kita bertemu dengan keadaan yang lebih baik, lebih manusiawi, dan lebih menghargai satu sama lain. Dalam kondisi apapun.
Sekian.