Mari Berkomentar!

Fathur Hidayattullah
3 min readNov 26, 2020

--

Sumber: asumsi.co

Memang paling menarik hidup di negeri ini. Seakan semua hal yang kodratnya ‘benar’ bisa diputarbalikkan 180 derajat untuk memenuhi kesombongan dan keserakahan diri. Disini saya bukan ingin menghakimi atau memberikan analisa secara hukum terkait hal yang terjadi. Bukan juga ingin mengadili sebagai seorang warga negara. Saya rasa, saya belum cukup mampu untuk memberikan opini secara struktural dan kontekstual terhadap hal tersebut.

Namun, terlepas dari hal itu mari kita coba untuk berkomentar.

Sejujurnya melihat kejadian ini saya merenungkan kembali hakikat sebagai warga negara yang sesuai dengan pemikiran filsafat politik terdahulu. Menjadi penguasa sudah sewajarnya untuk menilisik dan menimbang segala bentuk keputusan atas hal paling dasar yaitu keadilan. Immanuel Kant mengatakan bahwa politik yang baik tidak akan pernah mencapai keadilan sesungguhnya. Keadilan yang benar-benar adil itu hanya keniscayaan. Selalu lahir asumsi untuk menciptakan keadilan dan asumsi itu akan selalu bisa dibantah dengan argumen-argumen yang ada. Usaha untuk mendekati keadilan yang hanya bisa dilakukan dan itu disebut kedaulatan adil.

Kedaulatan adil dapat meregresi segala bentuk perbedaan menjadi suatu konsepsi yang bisa kita percayai dan anut, walaupun itu tetap bisa dilawan. Namun, esensi yang diambil adalah kita sudah berusaha melakukan terbaik untuk bisa membahagiakan semua orang yang terlibat dan hidup melalui itu.

Saya berpandangan bahwa jikalau kita tidak bisa bersikap untuk selalu menjunjung tinggi kedaulatan adil maka lambat laun marwah kita sebagai manusia akan hilang. Hingga akhirnya tidak ada beda antara kita dan binatang dalam menjalani hidup. Hal inilah yang membuat saya berpikir dan merenung bahwa bagaimana cara membentuk kedaulatan adil yang benar-benar tertanam sebagai mental setiap manusia.

Kedaulatan adil selalu membawa kebenaran dalam setiap keberjalanan. Kebenaran yang didasari atas asumsi-asumsi yang bisa dirasionalkan oleh pikiran ataupun data serta fakta yang ada tanpa mendiskreditkan segala bentuk argumen lain. Menurut saya, kebenaran dapat terjadi apabila semua asumsi yang mendukung kebenaran tersebut dapat terpenuhi. Maka dari itu, seberapapun kalian mencoba melakukan diluar dari kodrat kita sebagai manusia maka akan selalu terlihat jelas. Saya belum bisa bilang hal itu salah atau benar, tetapi dari sana kita bisa mencoba berpikir bahwa sesuatu yang tidak adil dalam setiap pelaksanaannya akan selalu terlihat dengan jelas dan kita berhak serta wajib untuk membenarkan hal tersebut.

Berangkat dari narasi yang saya buat diatas, kasus korupsi KKP atas ekspor benih lobster adalah sebuah tamparan untuk refleksi diri bahwa menjalankan politik dengan memiliki kekuasaan tidak hanya dibutuhkan intelektual, kemampuan berbicara, ataupun relasi yang menghimpun saja.

Ada hal yang lebih mendasar dan krusial yang harus dimiliki oleh setiap manusia sebagai penguasa yaitu etika berpolitik dan etika memanusiakan manusia.

Jikalau 2 hal tersebut tidak bisa tumbuh subur di hati dan pikiran setiap penguasa maka pastilah kebijakan yang dibuat tidak didasari atas perasaan sebagai manusia yang utuh. Mungkin sedikit terdengar naif, tetapi hal itulah yang saya amini dan percayai sebagai manusia merdeka.

Mungkin beberapa dari kalian yang membaca bertanya bagaimana cara membentuk mental seperti itu?

Hal klise seperti itu sudah sering didengar mungkin sejak kita duduk di taman kanak-kanak. Sejujurnya, tidak ada hal yang benar-benar bisa dijadikan sebagai sumber belajar. Hanya pengalaman dan lingkungan serta kerangka cara berpikir kita yang harus dilatih dan dibiasakan sejak dini. Saya juga tidak menyuruh kalian untuk menjadi seseorang yang hidup dan bersikap ideal sepanjang hidup. Namun, sebagai manusia setidaknya kita tetap bisa berpegang dan hidup dalam norma masyarakat ataupun hukum supaya diri kita bisa saling menghargai dan bersikap toleransi atas hal yang kita lakukan sebagai bentuk tanggung jawab sebagai manusia.

Segala hal yang sudah dilakukan harus bisa dipertanggungjawabkan secara penuh dan berani. Apabila kita lari bahkan sampai menghilang, lebih baik jangan pernah hidup sebagai manusia supaya perasaan bersalah tidak menghantui setiap langkah kita.

Sekian.

Mochamad Fathur Hidayattullah

26 November 2020

14.19 WIB

--

--

No responses yet