Hakikat Kepuasan Manusia

Fathur Hidayattullah
4 min readJul 7, 2023

--

Photo by Tim Marshall on Unsplash

Seiring berjalan waktu menemani setiap perbuatan manusia, maka kita selalu melekat akan sebuah kehausan akan arti perasaan. Terkadang buta untuk mendefinisikan karena ketidakmampuan daya pikir untuk mencerna apa yang sedang terjadi. Tolak ukur untuk memahami sudah kabur sejak kita tidak mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Cerita-cerita yang seharusnya mampu menjadi obat penenang tidak akan berlaku kembali saat kita sudah tidak mengerti apa itu kepuasan.

Saya berusaha mendalami bagaimana merasakan kepuasan dalam hidupnya. Titik pusat ini mendapatkan perhatian berbeda yang bergantung dari sudut pandang yang melihatnya. Posisi sekarang seakan-akan hal ini membutuhkan perhatian khusus karena memang membutuhkan kecermatan dalam memahaminya.

Pernahkah kita merasa bahwa apa yang kita lakukan untuk kita definisikan sebagai bentuk kepuasan?

Pernahkah kita merasa bahwa apa yang kita peruntukkan dalam hidup untuk memenuhi hajat akan kepuasan?

Dan, pernahkah kita merasa bahwa apa yang terjadi dalam hidup adalah bentuk timbal balik Tuhan untuk memberikan kita sebuah kepuasan?

Gagal paham akan makna sudah sering terjadi pada diri saya — kebodohan murni sebagai seorang manusia muda. Lantas, perihal apa yang sebenarnya kepuasan ini?

Kepuasan adalah keadaan yang tanpa beban dan bahagia saat sudah mencapainya. Selalu lahir sendirinya karena naluri manusia membutuhkannya sebagai motif motivasi dalam melaksanakan hidup. Selalu berubah-ubah mengikuti arus lingkungan dan keyakinan yang hidup bagi penggunanya. Kepuasan hanya meluapkan jati diri dari sebuah naluri manusia yang sebenarnya — pada hakikatnya — hal itu dapat dibenahi dan diatur.

Kepuasan mampu lahir secara sempurna karena manusia — pada dasarnya — menginginkannya. Tidak dapat dipaksakan dan disangkal dengan hal-hal yang mungkin baik untuk dirinya. Ia mampu menerobos benteng-benteng kebutuhan supaya pemenuhan akan hasrat ‘kepuasan’ dirinya tercapai.

Pertanyaan selanjutnya,

Kepuasan seperti apa yang seharusnya dimiliki oleh seorang manusia?

Lika-liku hidup berhasil mendewasakan diri ini untuk mendapatkan semua hikmah. Sejatinya, kepuasan yang dilandasi akan nafsu dan niat buruk akan selalu bersifat fana.

Fana artinya tidak akan pernah kekal dan memiliki tempo yang sangat cepat untuk melegakan perasaan manusia itu sendiri — sementara.

Percayalah, hal itu yang saya alami secara personal bahwasanya kepuasan memang akan tercapai yang menyebabkan manusia merasa bahwa hal tersebut telah mampu membuktikan dirinya. Kebahagiaan yang dijanjikanpun hanya sementara.

Perasaan hampa dan bersalah akan selalu menghantui kepuasan yang lahir melalui hubungan intim yang tidak benar. Hal ini karena nafsu dan niat buruk untuk berhasil merusak kemampuan akal dan intelektual manusia untuk memilih apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh manusia.

Jikalau pemenuhan kebutuhan berhasil dirusak, maka yang lahir adalah pemenuhan keinginan yang hal ini tidak selalu berdampak positif bagi kehidupan manusia. Tetapi tidak bisa dipungkiri kemampuan untuk mengakali hal tersebut tidaklah selalu kuat karena kita selalu digoda hal yang sifatnya pragmatis.

Kebahagian Pragmatis,

Kecintaan Pragmatis dan,

Kebanggaan Pragmatis.

Janji palsu kepuasaan yang dilandasi hal tersebut memang berhasil membuat manusia terkadang lupa bagaimana kepuasan yang sebenarnya dan mungkin pula kepuasan yang diharapkan tersebut tidak seenak seperti kepuasan sementara. Wajar karena memiliki tempo yang cepat.

Pertanyaan selanjutnya hadir,

Bagaimana membentuk kepuasan yang seharusnya dimiliki oleh manusia?

Kepuasan seharusnya membentuk rangkaian harmonis akan pemenuhan kebutuhan setiap manusia. Penyusunan hal tersebut memang harus dilandasi akan niat baik berupa keikhlasan dan rasa syukur.

Kenapa kedua hal tersebut menjadi pondasi utama?

Hal ini karena keikhlasan mampu menciptakan sebuah ketenangan batin yang menyebabkan manusia rela menerima apapun yang terjadi dihidupnya. Baik itu menguntungkan untuknya maupun merugikan bagi dirinya. Tidak mudah memang memiliki model mental seperti itu karena hal tersebut melawan naluri manusia sebagai makhluk individualis.

Keikhlasan adalah cikal bakal akan kekuatan untuk mampu berdamai dalam diri dan mendewasakan usaha yang selalu mendampingi proses. Usaha tersebut akan selalu berjalan sambil menikmati seluruh penjuru masalah yang dihadapi tetapi dengan keyakinan bahwa hasilnya baik.

Selanjutnya, keikhlasan ini akan menciptakan sebuah kepuasan yang bijaksana apabila dilengkapi dengan bentuk syukur yang maha baik. Bersyukur artinya kita menerima situasi dan kondisi yang apa yang kita alami tanpa memiliki prasangka buruk apapun atas siapa yang membuat kita mengalami seperti ini.

Hal ini sebenarnya mampu mendegredasi kemunafikan, perasaan malu dan takut dalam menciptakan sebuah kepuasan bagi manusia. Sejatinya, manusia akan selalu membutuhkan bentuk pengharapan syukur guna menciptakan kekuatan untuk bertahan diri dari apa yang mungkin belum bisa dilawan dan dikalahkan olehnya saat itu.

Tulisan ini sebenarnya lahir karena kegelisahan saya mengenai pemahaman akan kepuasan seorang manusia — yang saya alami sendiri tentunya. Bagaimana bisa manusia sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan, sudah mencapai predikat apa yang dicita-citakan banyak orang dan sudah dipuja oleh orang-orang disekitar, tetapi masih merasakan sebuah kehampaaan dan ketakutan.

Pada dasarnya kepuasan sejati harus selalu dilandasi dengan niat baik berupa keikhlasan dan bentuk pensyukuran. Kepuasan sejati tidak memiliki sifat fana, ia bersifat kekal. Walaupun kadangkala monoton dan tidak mampu menciptakan percikan bahagia selayaknya orang yang sedang jatuh cinta, tetapi ia akan bersifat kekal menerima semua keadaan.

Naluri manusia selalu berusaha menuntun kepuasan sesuai dari apa yang mereka inginkan. Maka akal dan keyakinan yang berusaha untuk memberikan dogma bagi kepuasan kearah jalan yang kita sebut ‘niat baik’.

Intinya hanya satu para pembaca,

“Hiduplah selayaknya engkau hidup untuk bertahan hidup, jangan berbuat aneh karena kesalahan yang mengakibatkan reputasimu akan ternodai”

Mochamad Fathur Hidayattullah

Bandung, 07 Juli 2023

16.25 WIB

--

--

No responses yet