Gagasan Merdeka
Manusia itu budaya.
Pemikiran dan akal budi berhasil mensegmentasi manusia menjadi golongan-golongan dengan karakternya masing-masing. Segmentasi ini menandakan bahwa makhluk ini benar-benar adidaya akan keputusannya. Perancangan akan realita sepenuhnya diatur oleh muruah sebagai seorang manusia. Seiring memasuki era modern, ketangguhan dalam mengimani budaya menjadikan momen interaksi dan bermasyarakat menjadi konflik. Inilah konsekuensi dalam berbudaya.
Kita seringkali mengandalkan kebiasaan dan nilai untuk bisa bertahan hidup dan menurunkan sesuatu yang dianggap benar. Mulai dari perilaku, tutur, hingga kesakralan dalam berpikir. Timbulnya berbagai macam hal-hal baru ini menjadi titik temu untuk mengeluarkan konflik dari muaranya. Konflik selalu hadir di sekitar kita karena perbedaan dalam kita menyikapi sesuatu. Sesuatu yang sebenernya lahir karena pemikiran kita masing-masing, bisa benar dan bisa salah pula.
Seketika hidup pada keadaan sekarang memerlukan suatu kepandaian dalam berpikir. Hakikatnya kita sudah dianugerahi kapasitas ini sebagai hak sebuah makhluk. Namun, daya guna untuk menyeleksi dan mengamalkan belum sepenuhnya utuh. Mulai dari bagaimana cara kita mengambil sudut pandang terhadap tempat kita berpijak, terkadang kita masih suka merasa angkuh akan pemikiran yang kita miliki sendiri.
Ruang kemerdekaan memang selalu dilawan oleh kemerdekaan lain atas dasar asumsi tiap-tiap pemikiran. Hal itu membuat ‘merdeka’ yang kita maknai tidak akan pernah bersifat ‘merdeka’ seutuhnya. Konflik akan selalu muncul bagi siapapun yang memperjuangkan kemerdekaan menurut alasan mereka masing-masing. Jalan terbaik hanyalah mencoba memikirkan bagaimana membagi kemerdekaan ini dengan porsinya masing-masing demi tujuan yang lebih ‘merdeka’ untuk semuanya.
Gagasan merdeka.
Gagasan akan konsep merdeka tidak akan pernah lahir jikalau dia tidak memahami arti kata ‘merdeka’ itu sendiri. Dia yang tidak terikat dan tidak memiliki tuntutan. Dia yang bebas untuk bertindak dan berperilaku. Namun, semua ini memiliki batasan sesuai akal sehat dan porsi untuk dibagikan. Kita tidak mungkin menciptakan kemerdekaan yang seutuhnya hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Egois dan Bodoh.
Jikalau kita percaya akan konsep bagaimana merdeka mampu menciptakan segmentasi dan ruang kebebasan terberai. Maka, perlu kita pastikan sudut pandang yang digunakan untuk menjadi manusia itu tidak sombong dan selalu merasa bodoh. Kesimpulan harus mampu diambil dengan memahami atas kondisi yang terjadi dan membagikan porsi ‘merdeka’ bagi mereka yang merasa butuh.
Gagasan merdeka memang begitu sulit untuk kita pahami, begitupun untuk saya sendiri. Memperjuangkan kemerdekaan untuk kepentingan orang banyak namun tidak melihat konsekuensi dari perjuangan itu hanyalah sebuah kebutaan.
Menuntut diri untuk selalu bertanya dan merasa kurang akan menjadi garda terdepan untuk dikenang.
Adab untuk belajar dan menghargai akan selalu menjadi teladan dalam menjadi manusia.
Gagasan merdeka harus selalu dipercayai dengan sepenuh hati tanpa memandang rendah kemerdekaan-kemerdekaan orang lain yang sama-sama diperjuangkan atas dasar masing-masing.
Semoga Tuhan tidak membutakan gagasan ini hanya untuk memperlihatkan bahwa manusia bisa bertindak arogan tanpa batas saat memiliki kekuasaan.
Sekian.
Mochamad Fathur Hidayattullah
Bandung, 30 Desember 2021
23.36 WIB